HUKUM KESEHATAN
PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN (UU RI NO.23/1992) Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan.
A. Pengertian
Pengertian peraturan hukum tidak hanya mencakup peraturan perundang-undangan dan peraturan internasional saja, tetapi juga mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan, dan yurisprudensi.
B. Lingkup Hukum Kesehatan
Mencakup Antara Lain:
1. Hukum Kedokteran
2. Hukum Keperawatan
3. Hukum Perumah sakitan
4. Hukum Lingkungan
5. Hukum tentang limbah dan polusi
6. Hukum tentang makanan , minuman dan obat-obatan.
7. Hukum tentang keselamatan kerja.
C. Hukum Kesehatan Di Rumah Sakit
Hukum Kesehatan dalam penggunaan sehari-hari, terutama yang menyangkut pelayanan kesehatan di Rumah sakit, biasanya hanya menyinggung tiga bidang hukum saja (Nursing, hospital, dan medical).
Masing-masing bidang hukum yang bersangkutan mengatur tentang tanggung jawab dan tanggung gugat dari Subyek Hukumnya.
Fungsi Kedokteran, Keperawatan, dan Perumah sakitan meskipun berbeda satu sama lain, namun sulit dipisahkan secara tegas, sehingga muncul persoalan " grey area " yang kerap kali menjadi penyulit pada waktu menyelesaikan suatu tuntutan hukum yang terjadi di Rumah Sakit.
Oleh karena itu, setiap masalah di bidang Hukum Kesehatan harus ditelaah kasus perkasus menurut bidangnya dan keterkaitan antar bidang.
D. Etika. Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Administrasi, meliputi:
1. Malpraktek
2. Kelalaian
3. Rekam Medis
4. Rahasia Jabatan
5. Informed Consent
6. Abortus
7. Keluarga Berencana Bayi Tabung
8. Euthanasia
9. Transplantasi Organ
10. Alat Bukti dan Pembuktian
11. Registrasi
12. Ijin Praktek
13. Standar Praktek
14. Akreditasi
15. Sertifikasi
E. Peraturan Perundang-undangan (Di Bidang Pelayanan Kesehatan)
1. UU NO. 2 / Th. 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Pp No. 30 / Th. 1990 Tentang Perguruan Tinggi.
3. Uu No. 10 / Th. 1992 Tentang Kependudukan.
4. Uu No. 23 / Th. 1992 Tentang Kesehatan.
5. Uu No. 8/ Th. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
6. Uu No. 29 / Th. 2004 Tentang Praktik Kedokteran
7. Peraturan Pemerintah No. 32 / Th. 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah No. 40 / Th. 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
9. Keputusan Presiden No. 56 / Th. 1995 Tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
10. Permenkes No. 920 / Th. 1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik
11. Permenkes No. 585 / Th. 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. Permenkes No. 560 / Th. 1989 Tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Pelaporan Dan Penanggulangan Seperlunya.
13. Permenkes No. 159b / Th. 1988 Tentang Rumah Sakit.
14. Permenkes No. 749 A / Th. 1989 Tentang Rekam Medik.
15. Permenkes No. 478 / Th. 1990 Tentang Upaya Kesehatan Di Bidang Transfusi Darah.
16. Keputusan Menkes No. 622 / Th. 1992 Tentang Kewajiban Pemeriksaan Hiv Pada Darah Donor.
17. Keputusan Menkes No. 436 / Th. 1993 Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit Dan Standar Pelayanan Medis.
18. Permenkes No. 572 / Th. 1996 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan.
19. Keputusan Menkes No. 1239 / Menkes / Sk / IV / Th. 2001 Tentang Registrasi Dan Praktik Perawat
20. Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik No. 02.04.3.5.2504. Tentang Pedoman Hak Dan Kewajiban Pasien, Dokter Dan Rumah Sakit.
21. Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Medik Depkes Ri No. Ym.00.03.2.6.956 , Tentang Hak Dan Kewajiban Perawat Dan Bidan Di Rumah Sakit.
F. UU.RI. No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 32
- Ayat ( 2 ) : Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan / atau perawatan.
- Ayat ( 3 ) : Pengobatan dan / atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Ayat ( 4 ) : Pelaksanaan pengobatan dan / atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
- Ayat ( 5 ) : Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengobatan dan / atau perawatan.
Pasal 50
- Ayat ( 1 ) : Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan dan melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan / atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 53
- Ayat ( 1 ) : Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
- Ayat ( 2 ) : Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak-hak pasien.
- Ayat ( 4 ) : Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54.
- Ayat ( 1 ) : Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
- Ayat ( 2 ) : Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Pasal 55
- Ayat ( 1 ) : Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
- Ayat ( 2 ) : Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 73
- Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pasal 77
- Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan / atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Pasal 82 Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat ( 4 ) ;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000 ( seratus juta rupiah )
G. Peraturan Pemerintah No.32/TAHUN 1996 tentang TENAGA KESEHATAN
Pasal 1 :
1) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pasal 2:
1) Tenaga Kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga Medis
b. Tenaga Keperawatan
c. Tenaga kefarmasian
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat
e. Tenaga Gizi
f. Tenaga Keterapian Fisik
g. Tenaga Ketehnisian Medis
2) Tenaga keperawatan meliputi Perawat dan Bidan.
Pasal 3 :
Tenaga Kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 4 :
1) Tenaga Kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah Tenaga Kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri Kesehatan.
Pasal 21 :
1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi Tenaga Kesehatan.
2) Standar Profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 22 :
1) Bagi Tenaga Kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :
a) Menghormati hak pasien.
b) Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien.
c) Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan.
d) Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
e) Membuat dan memelihara rekam medis.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri .
Pasal 24 :
1) Perlindungan hukum diberikan kepada Tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan Standar profesi Tenaga kesehatan.
Pasal 33 :
1) Dalam rangka pengawasan Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi Tenaga kesehatan yang bersangkutan.
2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) dapat berupa :
a) Teguran;
b) Pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
ABORSI / ABORTUS
ABORSI (pengguguran kandungan) sampai sekarang masih menimbulkan pro dan kontra maupun perdebatan yang tidak ada akhirnya, baik oleh pihak yang mendukung aborsi maupun yang kontra aborsi. Perdebatan yang tidak kunjung mendapatkan titik temu ini mengakibatkan munculnya penganut paham pro-life yang berupaya mempertahankan kehidupan Janin dan penganut paham pro-choice yang menginginkan aborsi boleh dilakukan disebabkan perempuan mempunyai hak untuk memelihara kesehatannya dalam menentukan hak kesehatan reproduksinya.
Aborsi adalah cara tertua mengatur kehamilan dan ini sudah sejak dahulu kaum lelaki maupun negara mengatur kehamilan itu. Aristoteles dan Plato mengatakan menjadi (melahirkan anak) adalah kewajiban ibu, baik terhadap suaminya maupun terhadap Negara.
Dari perundang-undangan yang berlaku di Indonesia hak aborsi dibenarkan secara hukum jika dilakukan karena adanya alasan atau pertimbangan medis atan kedaruratan medis. Dengan kata lain, tenaga medis mempunyai hak untuk melakukan aborsi bila dan pertimbangan media atau kedaruratan media dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil.
Berdasarkan UU Kesehatan RI No. 36 Thn 2009, Pasal 75 bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan media yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan aturan ini diperkuat dengan Pasal 77 yang berisi pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 mengenai tindakan aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab sera bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Istilah “aborsi?’ yang berasal dari kata abortus (latin), “kelahiran sebelum waktunya. Sinonim dengan itu dikenal juga istilah “kelahiran yang prematur” atau miskraam (Belanda), keguguran. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) disebut, perempuan tidak diperkenankan melakukan tindakan aborsi. KUHP dengan tegas mendukung mempertahankan kehidupan janin. Jadi melihat kedua peraturan perundang -undangan yang ada mengenai aborsi lebih mengutamakam kehidupan janin (pro life).
Walaupun ada perbedaan antara KUHP dengan UU Kesehatan No.36 tahun 2009 tentang aborsi, tetapi dalam Undang-undang kesehatan No.36 tahun 2009 tenaga media diperbolehkan untuk melakukan aborsi legal pada perempuan hamil karena alasan medis dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan disertai suami dan keluarganya.
Masalah lain yang belum terpecahkan atau berkembang dan berlakunya kedua peraturan perundang-undangan adalah perlindungan hukum terhadap perempuan mengenai fungsi alat reproduksinya atau terjadinya pelanggaran terhadap hak reproduksi perempuan dari hidup janin hak atas informasi kesehatan, hak mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa perbedaan (diskriminatif) dan terjadinya tindakan aborsi tidak aman pada kasus-kasus kehamilan yang tidak diinginkan dan masalah etik.
Aborsi sudah perlu mendapat perhatian melalui pengaturan yang lebih bijak untuk menghindari praktek aborsi tidak aman dan pemenuhan hak reproduksi perempuan maupun hak azasi perempuan dan janin. Legalisasi aborsi perlu diperhatikan lebih bijak tetapi bukan dalam pengertian memberikan liberalisasi aborsi.
Meskipun aborsi secara hukum terlarang, tetapi kenyataannya aborsi masih banyak dilakukan oleh perempuan dengan berbagai alasan disebabkan peraturan dan hukum yang ada kurang akomodatif terhadap alasan-alasan yang memaksa perempuan melakukan tindakan aborsi (Pro Choice) , di seluruh dunia 500.000 perempuan meninggal akibat kehamilan, persalinan maupun abortus kriminalis. Sekitar 20 juta pertahun terjadi unsafe abortion.
Khususnya di Indonesia sekitar 750 000-1.000.000 pertahun dilakukan unsafe abortion, 2.500 diantaranya mati berakibat kematian (11,1%). Hal ini sesuai dengan data WHO yang menyatakan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman.
Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan tindakan aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349 dan 535 yang dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun serta dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75,76,77,78 melarang aborsi tetapi masih mengijinkan tindakan aborsi atas indikasi medis dan trauma psikis dengan syarat tertentu.
Tindakan aborsi menurut KUHP di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 229, 346, 347, 348, 349 dan 535. Menurut KUHP, aborsi merupakan: Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
Pasal 346: “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 347: (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 535 : Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang mernperboiehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Berdasarkan pasal-pasal KUHP di atas berarti apapun alasannya diluar alasan medis perempuan tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Kalau dicermati ketentuan dalam KUHP tersebut dilandasi suatu pemikiran atau paradigma bahwa anak yang masih dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Juga apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang digunakan adalah paradigma yang mengutamakan hak anak (pro life). Oleh karena itu dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa.
Pada kehamilan yang tidak diinginkan aborsi yang dilakukan umumnya adalah Abortus Provokatus Kriminalis dengan beberapa alasan seperti; Kehamilan di luar nikah, masalah beban ekonomi, ibu sendiri sudah tidak ingin punya anak lagi akibat incest, alasan kesehatan dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya (Definisi WHO).
Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya.
Unti perlu dilakukan Yudisial review Undang-Undang Kesehatan khususnya mengenai pasal-pasal yang bunyinya tidak tegas.(penulis merupakan Kandidat Magister Hukum Kesehatan UNIKA Soegijapranata).
Aborsi Menurut Hukum di Indonesia
Aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat & menjadi perbincangan di berbagai kalangan masyarakat, di banyak tempat & di berbagai negara, baik itu di dalam forum resmi maupun forum-forum non-formal lainnya. Sebenarnya, masalah ini sudah banyak terjadi sejak zaman dahulu, di mana dalam penanganan aborsi, cara-cara yang digunakan meliputi cara-cara yang sesuai dengan protokol medis maupun cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun dukun beranak, baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil.
Pertentangan moral & agama merupakan masalah terbesar yang sampai sekarang masih mempersulit adanya kesepakatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang ilegal & tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan & tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam perempuan dalam masa reproduksi.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik teknologi maupun hukum sampai saat ini, para dokter kini harus berhadapan dengan adanya hak otonomi pasien. Dalam hak otonomi ini, pasien berhak menentukan sendiri tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, maupun berhak menolaknya.
Sedangkan jika tidak puas, maka pasien akan berupaya untuk menuntut ganti rugi atas dasar kelalaian yang dilakukan dokter tersebut. Timbulnya berbagai pembicaraan & undang-undang soal hak otonomi perempuan membuat hak atas diri sendiri ini memasuki area wacana soal aborsi, atau penentuan dari pihak perempuan yang merasa berhak juga untuk menentukan nasibnya sendiri terhadap adanya kehamilan yang tidak diinginkannya.
Namun, bila dilihat dari sisi para pelaku pelayanan kesehatan ini, seorang dokter pada waktu lulus, sudah bersumpah untuk akan tetap selalu menghormati setiap kehidupan insani mulai dari saat pembuahan sampai saat meninggal. Karenanya, tindakan aborsi ini sangat bertentangan dengan sumpah dokter sebagai pihak yang selalu menjadi pelaku utama (selain para tenaga kesehatan baik formal maupun non-formal lainnya) dalam hal tindakan aborsi ini. Pengguguran atau aborsi dianggap suatu pelanggaran pidana.
Sampai saat ini, di banyak negara masih banyak tanggapan yang berbeda-beda tentang aborsi. Para ahli agama, ahli kesehatan, ahli hukum, & ahli sosial-ekonomi memberikan pernyataan yang masing-masing ada yang bersifat menentang, abstain, bahkan mendukung. Para ahli agama memandang bahwa apapun alasannya aborsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan agama karena bersifat menghilangkan nyawa janin yang berarti melakukan pembunuhan, walaupun ada yang berpendapat bahwa nyawa janin belum ada sebelum 90 hari. Ahli kesehatan secara mutlak belum memberikan tanggapan yang pasti, secara samar-samar terlihat adanya kesepakatan bahwa aborsi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penyebab, masa depan anak serta alasan psikologis keluarga terutama ibu, asal dilakukan dengan cara-cara yang memenuhi kondisi & syarat-syarat tertentu. Begitu juga dengan ahli sosial kemasyarakatan yang mempunyai pandangan yang tidak berbeda jauh dengan ahli kesehatan. Namun pada umumnya, para ahli-ahli tersebut menentang dilakukannya aborsi buatan, meskipun jika berhadapan dengan masalah kesehatan (keselamatan nyawa ibu) mereka dapat memahami dapat dilakukannya aborsi buatan. Dilihat dari adanya undang-undang yang diberlakukan di banyak negara, setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya aborsi buatan meskipun pelarangannya tidak bersifat mutlak.
Sampai saat ini praktik aborsi masih terus berlangsung, baik yang legal maupun yang ilegal. Bahkan menurut Azrul Azwar, sumbangan aborsi ilegal di Indonesia mencapai kurang lebih 50 persen dari angka kematian ibu (AKI), sementara angka kematian ibu di Indonesia (AKI) ini adalah yang tertinggi di Asia.
Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:
1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya pertentangan baik secara moral & kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan secara agama & hukum di lain sisi. Dari sisi moral & kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak yang dilahirkan dalam kondisi & lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan & kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh anak yang tumbuh & besar dalam lingkungan yang wajar, & tidak tertutup kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.
Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum, masih ada perdebatan-perdebatan & pertentangan dari yang pro & yang kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), & UU hak azasi manusia (HAM).
Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang kemudian menimbulkan komplikasi – komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan kematian.
Definisi dari aborsi sendiri adalah adanya perdarahan dari dalam rahim perempuan hamil di mana karena sesuatu sebab, maka kehamilan tersebut gugur & keluar dari dalam rahim bersama dengan darah, atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum anak berusia 22 minggu atau belum dapat hidup di dunia luar. Biasanya disertai dengan rasa sakit di perut bawah seperti diremas-remas & perih. Aborsi dibagi lagi menjadi aborsi spontan yang terjadi akibat keadaan kondisi fisik yang turun, ketidakseimbangan hormon didalam tubuh, kecelakaan, maupun sebab lainnya. Aborsi buatan, yang dibagi menjadi aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
Aborsi iminens, yaitu adanya tanda-tanda perdarahan yang mengancam adanya aborsi, di mana janin sendiri belum terlepas dari rahim. Keadaan seperti masih dapat diselamatkan dengan pemberian obat hormonal serta istirahat total.
Aborsi insipiens, yaitu aborsi yang sedang berlangsung, di mana terjadi perdarahan yang banyak disertai janin yang terlepas dari rahim. Jenis seperti ini biasanya janin sudah tidak dapat lagi diselamatkan.
Aborsi inkomplitus, yaitu sudah terjadi pembukaan rahim, janin sudah terlepas & keluar dari dalam rahim namun masih ada sisa plasenta yang menempel dalam rahim, & menimbulkan perdahan yang banyak sebelum akhirnya plasenta benar-benar keluar dari rahim. Pengobatannya harus dilakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta ini.
Aborsi komplitus, yaitu aborsi di mana janin & plasenta sudah keluar secara lengkap dari dalam rahim, walaupun masih ada sisa-sisa perdarahan yang kadang masih memerlukan tindakan kuretase untuk membersihkannya.
Di Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi & penyebabnya dapat dilihat pada:
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349:
Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 & 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga & dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.
UU Kesehatan:
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 77 dinyatakan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang
berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial.
(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
UU Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:
1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga
3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai dengan UU Kesehatan tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan & ahli hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu, dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54 mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat & martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan, karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 & UU Kesehatan pasal 133 tentang perlindungan anak.
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal. aborsi provokatus/buatan legal yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan, yaitu memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Setiap dokter pada waktu baru lulus bersumpah untuk menghormati hidup mulai sejak saat pembuahan, karena itu hendaknya para dokter agar selalu menjaga sumpah jabatan & kode etik profesi dalam melakukan pekerjaannya. Namun pada kehidupan sehari-hari, banyak faktor-faktor yang berperan, seperti rasa kasihan pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, faktor kemudahan mendapatkan uang dari praktik aborsi yang memakan biaya tidak sedikit ataupun faktor-faktor lainnya.
Sejak abad 5 SM, Hipokrates sudah bersumpah antara lain bahwa ia “tidak akan memberikan obat kepada seorang perempuan untuk menggugurkan kandungannya”. Sumpah itu kemudian kemudian menjadi dasar bagi sumpah dokter sampai sekarang. Pernyataan Geneva yang dirumuskan pada tahun 1984 & memuat sumpah dokter antara lain menyatakan bahwa para dokter akan “menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan”. Pernyataan itu juga termuat dalam sumpah dokter Indonesia yang dirumuskan dalam PP no.26/1960. Sikap para dokter se-dunia terhadap pengguguran terutama dirumuskan dalam “Pernyataan Oslo” pada tahun 1970, yang terutama menyoroti hal pengguguran berdasarkan indikasi medis. Rumusan itu berbunyi sebagai berikut:
1. Prinsip moral dasar yang menjiwai seorang dokter ialah rasa hormat terhadap kehidupan manusia sebagaimana diungkapkan dalam sebuah pasal Pernyataan Geneva: “Saya akan menjujung tinggi rasa hormat terhadap hidup insani sejak saat pembuahan”.
2. Keadaan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan vital seorang ibu & kepentingan vital anaknya yang belum dilahirkan ini menciptakan suatu dilema & menimbulkan pertanyaan: “Apakah kehamilan ini harusnya diakhiri dengan sengaja atau tidak?”
3. Perbedaan jawaban atas keadaan ini dikarenakan adanya perbedaan sikap terhadap hidup bayi yang belum dilahirkan. Perbedaan sikap ini adalah soal keyakinan pribadi & hati nurani yang harus dihormati.
4. Bukanlah tugas profesi kedokteran untuk menentukan sikap & peraturan negara atau masyarakat manapun dalam hal ini, tetapi justru adalah kewajiban semua pihak mengusahakan perlindungan bagi pasien-pasien & melindungi hak dokter di tengah masyarakat.
5. Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, & hal ini tidak bertentangan dengan kebijaksanaan dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang itu ingin atau mau mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip berikut ini diakui:
a. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.
b. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
c. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-instalasi yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.
d. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri & menyerahkan kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.
6. Meskipun pernyataan ini didukung oleh “General Assembly of The World Medical Association”, namun tidak perlu dipandang sebagai mengikat ikatan-ikatan yang menjadi anggota, kecuali kalau hal itu diterima oleh ikatan itu.
Karenanya dihimbau bagi para dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar:
1. Tindakan aborsi hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh minimal dua orang dokter yang kompeten & berwenang.
3. Prosedur tersebut hendaknya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instansi kesehatan tertententu yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak sanggup melakukan tindakan pengguguran, maka hendaknya ia mengundurkan diri serta menyerahkan pelaksanaan tindakan medis ini pada teman sejawat lainnya yang juga kompeten .
5. Selain memahami & menghayati sumpah profesi & kode etik, para dokter & tenaga kesehatan juga perlu meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Pada beberapa negara seperti Singapura, Cina, & Tunisia, aborsi dilegalkan oleh pemerintahnya masing-masing dengan tujuan untuk membatasi pertumbuhan guna meningkatkan kesejahteraan. Negara Swedia, Inggris, & Italia atas dasar sosiomedik, sedangkan di Jepang atas dasar sosial.
Untuk masyarakat agar dihimbau untuk:
1. Sedapat mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum menikah.
2. Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan untuk menambah jumlah anak, agar mengikuti program KB.
3. Bagi para pekerja seks komersial agar selalu menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan intim dengan pelanggannya.
4. Meningkatkan pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agamanya.
5. Menuntut pada pemerintah agar memberikan tindakan hukuman yang seberat-beratnya bagi para pemerkosa ataupun pelaku tindakan pelecehan/kekerasan seksual lainnya, agar para kriminal maupun calon pelaku kriminal ini berpikir panjang untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah kiranya ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus (buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
2. Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.
3. Dalam KUHP & UU Kesehatan diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis), diatur dalam UU Kesehatan.
4. Penghayatan & pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing tenaga kesehatan, secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya aborsi buatan ilegal, lebih lagi jika diikuti dengan pendalaman & pemahaman ajaran agama masing-masing.
BAYI TABUNG
Apa sebenarnya bayi tabung?
Bayi tabung (test tube baby/in vitro fertilization) adalah bayi yang dihasilkan melalui proses pembuahan sel telur oleh sperma di dalam tabung laboratorium (atau cawan petri). Sel telur yang matang diambil dari indung telur (ovarium) ibu sesaat sebelum ovulasi melalui alat khusus yang dimasukkan lewat vagina. Dengan kemajuan teknologi, proses pengambilan ini tidak memerlukan operasi dan dapat dipantau secara cermat lewat gambar ultrasonografi. Sel telur yang sudah diambil lalu ditaruh dalam tabung untuk “dikawinkan” dengan sperma.
Hasil persilangan kemudian akan disimpan dalam satu tempat persemaian yang bersuasana mirip tuba falopii, lingkungan alamiah untuk calon embrio. Dalam 2-3 hari, sel-sel calon embrio akan berkembang melalui proses penggandaan, lalu dipindahkan kembali ke rahim ibu agar tumbuh secara normal menjadi bayi. Proses selanjutnya seperti kehamilan biasa.
Untuk meningkatkan peluang kesuksesan proses bayi tabung, sebelum pengambilan sel telur si calon ibu akan dirangsang kesuburannya melalui injeksi hormon dan stimulasi lainnya. Tujuannya agar sel telur yang dihasilkan adalah yang berkualitas terbaik dan lebih dari satu. (Dalam keadaan normal, wanita hanya menghasilkan satu sel telur untuk periode ovulasi).Pada saat yang sama, pria calon ayah juga menjalani program untuk meningkatkan kualitas spermanya. Sperma segar yang diambil dari calon ayah masih akan diseleksi untuk diambil yang terbaik.
Siklus proses bayi tabung bisa dilakukan berkali-kali sampai berhasil. Sel telur ekstra dan sperma berkualitas yang telah diambil dapat dibekukan untuk cadangan bila percobaan pertama gagal. Tingkat keberhasilan bayi tabung bisa lebih dari 50% dalam beberapa siklus percobaan. Faktor utama yang menentukan keberhasilan adalah usia calon ibu dan ayah. Peluang keberhasilan mengecil bila usia keduanya sudah di atas 40 tahun.
Kapan diperlukan bayi tabung?
Bayi tabung cocok bagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak karena:
• Gangguan ovulasi
• Kerusakan saluran tuba falopii
• Kualitas sperma yang kurang baik
• Endometriosis
• Sebab-sebab lain yang tidak dapat diketahui (sekitar 15-20% pasangan tidak dapat memiliki anak tanpa diketahui sebabnya).
Aspek Agama
Dari sudut pandang agama, bayi tabung diperbolehkan bila sperma yang dipakai adalah dari suami yang sah dan calon embrio dikembalikan ke rahim ibu tempat sel telur berasal. Penanaman calon embrio ke rahim wanita lain (surrogate mother), tidak dibenarkan agama karena berbagai alasan.
Berikut adalah petikan fatwa MUI mengenai hal tersebut:
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992.
2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3) Pada sarana kesehatan tertentu. Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan.
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
1. Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan dari Pasal 16 tersebut jika secara medis dapat dibuktikan bahwa pasangan suami istri yang sah benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan secara alami, pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan diluar cara alami sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai dengan norma hokum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan.
Apabila dokter melakukan inseminasi buatan dengan donor bukan suami adalah tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara atau denda.
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
Status anak yang dilahirkan tidak dalam ikatan perkawinan adalah anak diluar nikah. Anak diluar nikah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu. Sedangkan anak yang lahir dari sewa rahim, terdapat 2 keadaan sebagai berikut :
Jika di nalar dampak positif dari bayi tabung sudah jelas manfaatnya, tetapi adakah dampak negatifnya?
DAMPAK NEGATIF BAYI TABUNG
BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG MEDIS
Pengertian
Sedikit catatan, sel telur yang sudah matang akan dibuahi sel sperma yang mampu bertahan menempuh perjalanan dari vagina, rahim, hingga tuba Fallopii. Saat bertemu keduanya menyatu jadilah zigot (hari 0). Pada hari pertama zigot membelah menjadi embrio dua sel. Hari berikutnya, jadi embrio empat sel. Begitu seterusnya hingga menjadi embrio delapan, 16, dan 32 sel, yang disebut morula. Selama pembelahan itu, ia masih berada di tuba Fallopii. Setelah itu ia menjadi blastosis pada hari kelima. Blastosis selanjutnya akan keluar dari lapisan pelindung terluarnya yang disebut zona pelusida di akhir hari keenam. Bila Jumlah embrio tidak mencukupi untuk menggunakan Blastosis, maka menurut Dr. Sudraji, Dokter akan memilih empat embrio yang terbaik untuk ditanamkan kembali ke dalam rahim. Empat embrio merupakan jumlah yang maksimal karena apabila lebih dari empat, risiko yang ditanggung ibu dan janin akan sangat besar. Bahkan kehamilan tiga saja sudah bisa disebut sebagai kehamilan berisiko. Embrio-embrio yang terbaik itu kemudian diisap ke dalam sebuah kateter khusus untuk dipindahkan ke dalam rahim. Terjadinya kehamilan dapat diketahui melalui pemeriksaan air seni 14 hari setelah pemindahan embrio.
Efektifitas Tingkat keberhasilan Program bayi tabung di Indonesia:
PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN (UU RI NO.23/1992) Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan.
PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN
(UU RI NO.23/1992)
Hukum Kesehatan
adalah
semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan
kesehatan.
hal
tersebut menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik
perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan medik
dan lain-lain.
Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Hukum
kedokteran adalah merupakan bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut
pelayanan kedokteran (medical care/service).
Hukum kesehatan menyangkut :
1.
hukum kedokteran
2.
hukum keperawatan
3.
hukum farmasi klinik
4.
hukum rumah sakit
Pengertian kedokteran
Kedokteran itu adalah sebuah jurusan yang mempelajari tentang anatomi atau ilmu urai susunan tubuh dan hubungan bagian-bagianya satu sama lain.Anatomi yang dipelajari disini adalah anatomi regional yaitu mempelajari letak geografis bagian tubuh.Struktur itu meliputi tulang otot,saraf,pembuluh darah dan seterusnya.
Kedokteran itu adalah sebuah jurusan yang mempelajari tentang anatomi atau ilmu urai susunan tubuh dan hubungan bagian-bagianya satu sama lain.Anatomi yang dipelajari disini adalah anatomi regional yaitu mempelajari letak geografis bagian tubuh.Struktur itu meliputi tulang otot,saraf,pembuluh darah dan seterusnya.
Secara operasional,definisi “ Dokter ” adalah seorang tenaga kesehatan
yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk
menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang
jenis penyakit,organologi,golongan usia, dan jenis kelamin,sedini dan
sedapat mungkin secara menyeluruh,paripurna,bersinambung,dan dalam
koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya,dengan
menggunakn prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung
tinggi tanggung jawab profesional hukum,etika dan moral. Layanan yang
diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang
diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Tujuan Hukum Kesehatan
Tujuan
hukum kesehatan untuk mengatur tertib dan tetramnya pergaulann hidup(tujuan
etik kedokteran sama diatas).
Peraturan
kesehatan dibuat oleh suatu organisasi politik seperti DPR dengan Presiden,
pemerintah, mentri kesehatan. sedangkan kode etik dikeluarkan oleh ikatan
dokter indonesia (IDI), kalau dikode etik tidak ada hukuman hanya diberikan
sanksi seperti pencabutan izin praktek dan sebagainya, dan kode etik kedokteran
Dalam
hukum kedokteran penyabutan nyawa seseorang (Euthenasia) atau bisa juga Mery
Killing penyabutan nyawa seseorang karena belas kasihan, seperti penyakit yang
kronis dan sukar disembuhkan dan orang tersebut tidak sadarkan diri
berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan atas permintaan keluarga pasien
tersebut, meminta ke dokter agar di beri memberi kematian kepada pasien
tersebut entah itu melalui suntikan yang memakai obat (morfein dosis tinggi)
agar pasien ini terhindar dari rasa sakitnya yang berkepanjangan. Hal ini masih
diperdebatkan dari segi hukumnya dan dari segi kode etik kedokteran itu
sendiri.
Dan
dalam hal mery killing yang lain, seperti mengamputasi bagian tubuh karena sesuatu
hal yang bisa menyebabkan sakitnya berkepanjangan, dokter bisa meminta kepada
keluarga pasien untuk memberi izin mengamputasi dan dokter harus menjelaskan
baik atau buruknya apa yang akan dilakukan kekeluarga pasien hal ini biasa juga
disebut (Informend consent/informasi medik mengenai buruk dan baiknya).
Tranfalansi
organ tubuh berdasarkan wasiat sebenarnya diperbolehkan, tapi sejauhmana orang
bisa dikatakan mati, dan pada saat kapan organ yang di transfalansi tersebut
diangkat atau dioperasi, hal itu masih di perdebatkan, tapi ada 2 pendapat
orang dikatakan mati jika :
1.
Pada waktu jantung berhenti
2.
Pada waktu atau saat batang otak berhenti.
Jika
dokter melanggar kode etik kedokteran maka akan diserahkan kepada Majelis
Kedokteran.
Hal-hal yang harus diterapkan oleh para dokter dalam
hubungannya dengan pasien :
- Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional
- Pekerjaannya berlandaskan etik profesi yaitu harus berrikemanusian tidak bertujuan orientasi ekonomi.
- Panggilan kemanusiaan
- Perizinan
- Belajar sepanjang hayat
- Anggota suatu organisasi profesi
HUKUM DAN ETIK
Hukum adalah Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
suatu kekuasaan.
Etik dikeluarkan oleh organisasi yang bersangkutan, etik
berasal dari kata Yunani yaitu Ethos
Persamaan , perbedaan etik dan Hukum
- Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertib hidupmasyarakat
- Mengatur hak dan kewajiban masyarakat
- Bersifat kemanusiaan
- Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku secara umum
- Pelanggaran etik penyelesaianya oleh MKEK (Majelis Kode Etik Kedokteran)
- Pelanggaran hukum diselesaikan oleh pengadilan.
Kesehatan Menurut Undang-Undang
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :- Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
- Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
- Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
- Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
- Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna
Tujuan Kesehatan Dalam Segala Aspek
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta bersama-sama.
Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara khusus.Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain:- Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
- Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
- Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
- Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
- Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
- Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.
- Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
- Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
- Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
- Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
- Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan
Tujuan Pembangunan Kesehatan
Untuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk tercapainya tujuan utama sebagai berikut :- Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.
- Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
- Peningkatan status gizi masyarakat.
- Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
- Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan
Dasar-dasar pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah sebagai berikut :- Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
- Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.
- Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat.
A. Pengertian
- HJJ. Leenen, 1972
Pengertian peraturan hukum tidak hanya mencakup peraturan perundang-undangan dan peraturan internasional saja, tetapi juga mencakup pedoman internasional, hukum kebiasaan, dan yurisprudensi.
- Prof. Van der Mijn
- Black's Law Dictionary, 1979.
B. Lingkup Hukum Kesehatan
Mencakup Antara Lain:
1. Hukum Kedokteran
2. Hukum Keperawatan
3. Hukum Perumah sakitan
4. Hukum Lingkungan
5. Hukum tentang limbah dan polusi
6. Hukum tentang makanan , minuman dan obat-obatan.
7. Hukum tentang keselamatan kerja.
C. Hukum Kesehatan Di Rumah Sakit
Hukum Kesehatan dalam penggunaan sehari-hari, terutama yang menyangkut pelayanan kesehatan di Rumah sakit, biasanya hanya menyinggung tiga bidang hukum saja (Nursing, hospital, dan medical).
Masing-masing bidang hukum yang bersangkutan mengatur tentang tanggung jawab dan tanggung gugat dari Subyek Hukumnya.
Fungsi Kedokteran, Keperawatan, dan Perumah sakitan meskipun berbeda satu sama lain, namun sulit dipisahkan secara tegas, sehingga muncul persoalan " grey area " yang kerap kali menjadi penyulit pada waktu menyelesaikan suatu tuntutan hukum yang terjadi di Rumah Sakit.
Oleh karena itu, setiap masalah di bidang Hukum Kesehatan harus ditelaah kasus perkasus menurut bidangnya dan keterkaitan antar bidang.
D. Etika. Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Administrasi, meliputi:
1. Malpraktek
2. Kelalaian
3. Rekam Medis
4. Rahasia Jabatan
5. Informed Consent
6. Abortus
7. Keluarga Berencana Bayi Tabung
8. Euthanasia
9. Transplantasi Organ
10. Alat Bukti dan Pembuktian
11. Registrasi
12. Ijin Praktek
13. Standar Praktek
14. Akreditasi
15. Sertifikasi
E. Peraturan Perundang-undangan (Di Bidang Pelayanan Kesehatan)
1. UU NO. 2 / Th. 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Pp No. 30 / Th. 1990 Tentang Perguruan Tinggi.
3. Uu No. 10 / Th. 1992 Tentang Kependudukan.
4. Uu No. 23 / Th. 1992 Tentang Kesehatan.
5. Uu No. 8/ Th. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
6. Uu No. 29 / Th. 2004 Tentang Praktik Kedokteran
7. Peraturan Pemerintah No. 32 / Th. 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah No. 40 / Th. 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
9. Keputusan Presiden No. 56 / Th. 1995 Tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
10. Permenkes No. 920 / Th. 1986 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik
11. Permenkes No. 585 / Th. 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. Permenkes No. 560 / Th. 1989 Tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Pelaporan Dan Penanggulangan Seperlunya.
13. Permenkes No. 159b / Th. 1988 Tentang Rumah Sakit.
14. Permenkes No. 749 A / Th. 1989 Tentang Rekam Medik.
15. Permenkes No. 478 / Th. 1990 Tentang Upaya Kesehatan Di Bidang Transfusi Darah.
16. Keputusan Menkes No. 622 / Th. 1992 Tentang Kewajiban Pemeriksaan Hiv Pada Darah Donor.
17. Keputusan Menkes No. 436 / Th. 1993 Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit Dan Standar Pelayanan Medis.
18. Permenkes No. 572 / Th. 1996 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan.
19. Keputusan Menkes No. 1239 / Menkes / Sk / IV / Th. 2001 Tentang Registrasi Dan Praktik Perawat
20. Surat Edaran Dirjen Pelayanan Medik No. 02.04.3.5.2504. Tentang Pedoman Hak Dan Kewajiban Pasien, Dokter Dan Rumah Sakit.
21. Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Medik Depkes Ri No. Ym.00.03.2.6.956 , Tentang Hak Dan Kewajiban Perawat Dan Bidan Di Rumah Sakit.
F. UU.RI. No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 32
- Ayat ( 2 ) : Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan / atau perawatan.
- Ayat ( 3 ) : Pengobatan dan / atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Ayat ( 4 ) : Pelaksanaan pengobatan dan / atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
- Ayat ( 5 ) : Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengobatan dan / atau perawatan.
Pasal 50
- Ayat ( 1 ) : Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan dan melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan / atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 53
- Ayat ( 1 ) : Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
- Ayat ( 2 ) : Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak-hak pasien.
- Ayat ( 4 ) : Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54.
- Ayat ( 1 ) : Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
- Ayat ( 2 ) : Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Pasal 55
- Ayat ( 1 ) : Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
- Ayat ( 2 ) : Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 73
- Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pasal 77
- Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan / atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Pasal 82 Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat ( 4 ) ;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000 ( seratus juta rupiah )
G. Peraturan Pemerintah No.32/TAHUN 1996 tentang TENAGA KESEHATAN
Pasal 1 :
1) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pasal 2:
1) Tenaga Kesehatan terdiri dari :
a. Tenaga Medis
b. Tenaga Keperawatan
c. Tenaga kefarmasian
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat
e. Tenaga Gizi
f. Tenaga Keterapian Fisik
g. Tenaga Ketehnisian Medis
2) Tenaga keperawatan meliputi Perawat dan Bidan.
Pasal 3 :
Tenaga Kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 4 :
1) Tenaga Kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah Tenaga Kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri Kesehatan.
Pasal 21 :
1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi Tenaga Kesehatan.
2) Standar Profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Pasal 22 :
1) Bagi Tenaga Kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk :
a) Menghormati hak pasien.
b) Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien.
c) Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan.
d) Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
e) Membuat dan memelihara rekam medis.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri .
Pasal 24 :
1) Perlindungan hukum diberikan kepada Tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan Standar profesi Tenaga kesehatan.
Pasal 33 :
1) Dalam rangka pengawasan Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi Tenaga kesehatan yang bersangkutan.
2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) dapat berupa :
a) Teguran;
b) Pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
ABORSI / ABORTUS
ABORSI (pengguguran kandungan) sampai sekarang masih menimbulkan pro dan kontra maupun perdebatan yang tidak ada akhirnya, baik oleh pihak yang mendukung aborsi maupun yang kontra aborsi. Perdebatan yang tidak kunjung mendapatkan titik temu ini mengakibatkan munculnya penganut paham pro-life yang berupaya mempertahankan kehidupan Janin dan penganut paham pro-choice yang menginginkan aborsi boleh dilakukan disebabkan perempuan mempunyai hak untuk memelihara kesehatannya dalam menentukan hak kesehatan reproduksinya.
Aborsi adalah cara tertua mengatur kehamilan dan ini sudah sejak dahulu kaum lelaki maupun negara mengatur kehamilan itu. Aristoteles dan Plato mengatakan menjadi (melahirkan anak) adalah kewajiban ibu, baik terhadap suaminya maupun terhadap Negara.
Dari perundang-undangan yang berlaku di Indonesia hak aborsi dibenarkan secara hukum jika dilakukan karena adanya alasan atau pertimbangan medis atan kedaruratan medis. Dengan kata lain, tenaga medis mempunyai hak untuk melakukan aborsi bila dan pertimbangan media atau kedaruratan media dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil.
Berdasarkan UU Kesehatan RI No. 36 Thn 2009, Pasal 75 bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan media yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan aturan ini diperkuat dengan Pasal 77 yang berisi pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 mengenai tindakan aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab sera bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Istilah “aborsi?’ yang berasal dari kata abortus (latin), “kelahiran sebelum waktunya. Sinonim dengan itu dikenal juga istilah “kelahiran yang prematur” atau miskraam (Belanda), keguguran. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) disebut, perempuan tidak diperkenankan melakukan tindakan aborsi. KUHP dengan tegas mendukung mempertahankan kehidupan janin. Jadi melihat kedua peraturan perundang -undangan yang ada mengenai aborsi lebih mengutamakam kehidupan janin (pro life).
Walaupun ada perbedaan antara KUHP dengan UU Kesehatan No.36 tahun 2009 tentang aborsi, tetapi dalam Undang-undang kesehatan No.36 tahun 2009 tenaga media diperbolehkan untuk melakukan aborsi legal pada perempuan hamil karena alasan medis dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan disertai suami dan keluarganya.
Masalah lain yang belum terpecahkan atau berkembang dan berlakunya kedua peraturan perundang-undangan adalah perlindungan hukum terhadap perempuan mengenai fungsi alat reproduksinya atau terjadinya pelanggaran terhadap hak reproduksi perempuan dari hidup janin hak atas informasi kesehatan, hak mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa perbedaan (diskriminatif) dan terjadinya tindakan aborsi tidak aman pada kasus-kasus kehamilan yang tidak diinginkan dan masalah etik.
Aborsi sudah perlu mendapat perhatian melalui pengaturan yang lebih bijak untuk menghindari praktek aborsi tidak aman dan pemenuhan hak reproduksi perempuan maupun hak azasi perempuan dan janin. Legalisasi aborsi perlu diperhatikan lebih bijak tetapi bukan dalam pengertian memberikan liberalisasi aborsi.
Meskipun aborsi secara hukum terlarang, tetapi kenyataannya aborsi masih banyak dilakukan oleh perempuan dengan berbagai alasan disebabkan peraturan dan hukum yang ada kurang akomodatif terhadap alasan-alasan yang memaksa perempuan melakukan tindakan aborsi (Pro Choice) , di seluruh dunia 500.000 perempuan meninggal akibat kehamilan, persalinan maupun abortus kriminalis. Sekitar 20 juta pertahun terjadi unsafe abortion.
Khususnya di Indonesia sekitar 750 000-1.000.000 pertahun dilakukan unsafe abortion, 2.500 diantaranya mati berakibat kematian (11,1%). Hal ini sesuai dengan data WHO yang menyatakan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman.
Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan tindakan aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349 dan 535 yang dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun serta dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75,76,77,78 melarang aborsi tetapi masih mengijinkan tindakan aborsi atas indikasi medis dan trauma psikis dengan syarat tertentu.
Tindakan aborsi menurut KUHP di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal atau dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 229, 346, 347, 348, 349 dan 535. Menurut KUHP, aborsi merupakan: Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
Pasal 346: “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 347: (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 535 : Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang mernperboiehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Berdasarkan pasal-pasal KUHP di atas berarti apapun alasannya diluar alasan medis perempuan tidak boleh melakukan tindakan aborsi. Kalau dicermati ketentuan dalam KUHP tersebut dilandasi suatu pemikiran atau paradigma bahwa anak yang masih dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Juga apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang digunakan adalah paradigma yang mengutamakan hak anak (pro life). Oleh karena itu dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa.
Pada kehamilan yang tidak diinginkan aborsi yang dilakukan umumnya adalah Abortus Provokatus Kriminalis dengan beberapa alasan seperti; Kehamilan di luar nikah, masalah beban ekonomi, ibu sendiri sudah tidak ingin punya anak lagi akibat incest, alasan kesehatan dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya (Definisi WHO).
Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya.
Unti perlu dilakukan Yudisial review Undang-Undang Kesehatan khususnya mengenai pasal-pasal yang bunyinya tidak tegas.(penulis merupakan Kandidat Magister Hukum Kesehatan UNIKA Soegijapranata).
Aborsi Menurut Hukum di Indonesia
Aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat & menjadi perbincangan di berbagai kalangan masyarakat, di banyak tempat & di berbagai negara, baik itu di dalam forum resmi maupun forum-forum non-formal lainnya. Sebenarnya, masalah ini sudah banyak terjadi sejak zaman dahulu, di mana dalam penanganan aborsi, cara-cara yang digunakan meliputi cara-cara yang sesuai dengan protokol medis maupun cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun dukun beranak, baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil.
Pertentangan moral & agama merupakan masalah terbesar yang sampai sekarang masih mempersulit adanya kesepakatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang ilegal & tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan & tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam perempuan dalam masa reproduksi.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik teknologi maupun hukum sampai saat ini, para dokter kini harus berhadapan dengan adanya hak otonomi pasien. Dalam hak otonomi ini, pasien berhak menentukan sendiri tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, maupun berhak menolaknya.
Sedangkan jika tidak puas, maka pasien akan berupaya untuk menuntut ganti rugi atas dasar kelalaian yang dilakukan dokter tersebut. Timbulnya berbagai pembicaraan & undang-undang soal hak otonomi perempuan membuat hak atas diri sendiri ini memasuki area wacana soal aborsi, atau penentuan dari pihak perempuan yang merasa berhak juga untuk menentukan nasibnya sendiri terhadap adanya kehamilan yang tidak diinginkannya.
Namun, bila dilihat dari sisi para pelaku pelayanan kesehatan ini, seorang dokter pada waktu lulus, sudah bersumpah untuk akan tetap selalu menghormati setiap kehidupan insani mulai dari saat pembuahan sampai saat meninggal. Karenanya, tindakan aborsi ini sangat bertentangan dengan sumpah dokter sebagai pihak yang selalu menjadi pelaku utama (selain para tenaga kesehatan baik formal maupun non-formal lainnya) dalam hal tindakan aborsi ini. Pengguguran atau aborsi dianggap suatu pelanggaran pidana.
Sampai saat ini, di banyak negara masih banyak tanggapan yang berbeda-beda tentang aborsi. Para ahli agama, ahli kesehatan, ahli hukum, & ahli sosial-ekonomi memberikan pernyataan yang masing-masing ada yang bersifat menentang, abstain, bahkan mendukung. Para ahli agama memandang bahwa apapun alasannya aborsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan agama karena bersifat menghilangkan nyawa janin yang berarti melakukan pembunuhan, walaupun ada yang berpendapat bahwa nyawa janin belum ada sebelum 90 hari. Ahli kesehatan secara mutlak belum memberikan tanggapan yang pasti, secara samar-samar terlihat adanya kesepakatan bahwa aborsi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penyebab, masa depan anak serta alasan psikologis keluarga terutama ibu, asal dilakukan dengan cara-cara yang memenuhi kondisi & syarat-syarat tertentu. Begitu juga dengan ahli sosial kemasyarakatan yang mempunyai pandangan yang tidak berbeda jauh dengan ahli kesehatan. Namun pada umumnya, para ahli-ahli tersebut menentang dilakukannya aborsi buatan, meskipun jika berhadapan dengan masalah kesehatan (keselamatan nyawa ibu) mereka dapat memahami dapat dilakukannya aborsi buatan. Dilihat dari adanya undang-undang yang diberlakukan di banyak negara, setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya aborsi buatan meskipun pelarangannya tidak bersifat mutlak.
Sampai saat ini praktik aborsi masih terus berlangsung, baik yang legal maupun yang ilegal. Bahkan menurut Azrul Azwar, sumbangan aborsi ilegal di Indonesia mencapai kurang lebih 50 persen dari angka kematian ibu (AKI), sementara angka kematian ibu di Indonesia (AKI) ini adalah yang tertinggi di Asia.
Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:
1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya pertentangan baik secara moral & kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan secara agama & hukum di lain sisi. Dari sisi moral & kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak yang dilahirkan dalam kondisi & lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan & kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh anak yang tumbuh & besar dalam lingkungan yang wajar, & tidak tertutup kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.
Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum, masih ada perdebatan-perdebatan & pertentangan dari yang pro & yang kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), & UU hak azasi manusia (HAM).
Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang kemudian menimbulkan komplikasi – komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan kematian.
Definisi dari aborsi sendiri adalah adanya perdarahan dari dalam rahim perempuan hamil di mana karena sesuatu sebab, maka kehamilan tersebut gugur & keluar dari dalam rahim bersama dengan darah, atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum anak berusia 22 minggu atau belum dapat hidup di dunia luar. Biasanya disertai dengan rasa sakit di perut bawah seperti diremas-remas & perih. Aborsi dibagi lagi menjadi aborsi spontan yang terjadi akibat keadaan kondisi fisik yang turun, ketidakseimbangan hormon didalam tubuh, kecelakaan, maupun sebab lainnya. Aborsi buatan, yang dibagi menjadi aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
- Aborsi provokatus terapetikus adalah pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat-syarat medis & cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan, biasanya karena alasan medis untuk menyelamatkan nyawa/mengobati ibu.
- Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak memenuhi syarat & cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan. Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Dari segi medis adapun tahapan-tahapan aborsi spontan adalah sebagai berikut:
Aborsi iminens, yaitu adanya tanda-tanda perdarahan yang mengancam adanya aborsi, di mana janin sendiri belum terlepas dari rahim. Keadaan seperti masih dapat diselamatkan dengan pemberian obat hormonal serta istirahat total.
Aborsi insipiens, yaitu aborsi yang sedang berlangsung, di mana terjadi perdarahan yang banyak disertai janin yang terlepas dari rahim. Jenis seperti ini biasanya janin sudah tidak dapat lagi diselamatkan.
Aborsi inkomplitus, yaitu sudah terjadi pembukaan rahim, janin sudah terlepas & keluar dari dalam rahim namun masih ada sisa plasenta yang menempel dalam rahim, & menimbulkan perdahan yang banyak sebelum akhirnya plasenta benar-benar keluar dari rahim. Pengobatannya harus dilakukan kuretase untuk mengeluarkan sisa plasenta ini.
Aborsi komplitus, yaitu aborsi di mana janin & plasenta sudah keluar secara lengkap dari dalam rahim, walaupun masih ada sisa-sisa perdarahan yang kadang masih memerlukan tindakan kuretase untuk membersihkannya.
Di Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi & penyebabnya dapat dilihat pada:
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349:
Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 & 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga & dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.
UU Kesehatan:
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 77 dinyatakan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang
berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial.
(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
UU Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:
1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga
3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai dengan UU Kesehatan tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan & ahli hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu, dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54 mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat & martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan, karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 & UU Kesehatan pasal 133 tentang perlindungan anak.
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal. aborsi provokatus/buatan legal yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan, yaitu memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Setiap dokter pada waktu baru lulus bersumpah untuk menghormati hidup mulai sejak saat pembuahan, karena itu hendaknya para dokter agar selalu menjaga sumpah jabatan & kode etik profesi dalam melakukan pekerjaannya. Namun pada kehidupan sehari-hari, banyak faktor-faktor yang berperan, seperti rasa kasihan pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, faktor kemudahan mendapatkan uang dari praktik aborsi yang memakan biaya tidak sedikit ataupun faktor-faktor lainnya.
Sejak abad 5 SM, Hipokrates sudah bersumpah antara lain bahwa ia “tidak akan memberikan obat kepada seorang perempuan untuk menggugurkan kandungannya”. Sumpah itu kemudian kemudian menjadi dasar bagi sumpah dokter sampai sekarang. Pernyataan Geneva yang dirumuskan pada tahun 1984 & memuat sumpah dokter antara lain menyatakan bahwa para dokter akan “menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan”. Pernyataan itu juga termuat dalam sumpah dokter Indonesia yang dirumuskan dalam PP no.26/1960. Sikap para dokter se-dunia terhadap pengguguran terutama dirumuskan dalam “Pernyataan Oslo” pada tahun 1970, yang terutama menyoroti hal pengguguran berdasarkan indikasi medis. Rumusan itu berbunyi sebagai berikut:
1. Prinsip moral dasar yang menjiwai seorang dokter ialah rasa hormat terhadap kehidupan manusia sebagaimana diungkapkan dalam sebuah pasal Pernyataan Geneva: “Saya akan menjujung tinggi rasa hormat terhadap hidup insani sejak saat pembuahan”.
2. Keadaan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan vital seorang ibu & kepentingan vital anaknya yang belum dilahirkan ini menciptakan suatu dilema & menimbulkan pertanyaan: “Apakah kehamilan ini harusnya diakhiri dengan sengaja atau tidak?”
3. Perbedaan jawaban atas keadaan ini dikarenakan adanya perbedaan sikap terhadap hidup bayi yang belum dilahirkan. Perbedaan sikap ini adalah soal keyakinan pribadi & hati nurani yang harus dihormati.
4. Bukanlah tugas profesi kedokteran untuk menentukan sikap & peraturan negara atau masyarakat manapun dalam hal ini, tetapi justru adalah kewajiban semua pihak mengusahakan perlindungan bagi pasien-pasien & melindungi hak dokter di tengah masyarakat.
5. Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, & hal ini tidak bertentangan dengan kebijaksanaan dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang itu ingin atau mau mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip berikut ini diakui:
a. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.
b. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
c. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-instalasi yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.
d. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri & menyerahkan kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.
6. Meskipun pernyataan ini didukung oleh “General Assembly of The World Medical Association”, namun tidak perlu dipandang sebagai mengikat ikatan-ikatan yang menjadi anggota, kecuali kalau hal itu diterima oleh ikatan itu.
Karenanya dihimbau bagi para dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar:
1. Tindakan aborsi hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh minimal dua orang dokter yang kompeten & berwenang.
3. Prosedur tersebut hendaknya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instansi kesehatan tertententu yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak sanggup melakukan tindakan pengguguran, maka hendaknya ia mengundurkan diri serta menyerahkan pelaksanaan tindakan medis ini pada teman sejawat lainnya yang juga kompeten .
5. Selain memahami & menghayati sumpah profesi & kode etik, para dokter & tenaga kesehatan juga perlu meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Pada beberapa negara seperti Singapura, Cina, & Tunisia, aborsi dilegalkan oleh pemerintahnya masing-masing dengan tujuan untuk membatasi pertumbuhan guna meningkatkan kesejahteraan. Negara Swedia, Inggris, & Italia atas dasar sosiomedik, sedangkan di Jepang atas dasar sosial.
Untuk masyarakat agar dihimbau untuk:
1. Sedapat mungkin menghindari hubungan suami isteri pada pasangan yang tidak/belum menikah.
2. Bagi para suami isteri yang tidak merencanakan untuk menambah jumlah anak, agar mengikuti program KB.
3. Bagi para pekerja seks komersial agar selalu menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan intim dengan pelanggannya.
4. Meningkatkan pengetahuan agama agar selalu terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agamanya.
5. Menuntut pada pemerintah agar memberikan tindakan hukuman yang seberat-beratnya bagi para pemerkosa ataupun pelaku tindakan pelecehan/kekerasan seksual lainnya, agar para kriminal maupun calon pelaku kriminal ini berpikir panjang untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah kiranya ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus (buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
2. Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.
3. Dalam KUHP & UU Kesehatan diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis), diatur dalam UU Kesehatan.
4. Penghayatan & pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing tenaga kesehatan, secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya aborsi buatan ilegal, lebih lagi jika diikuti dengan pendalaman & pemahaman ajaran agama masing-masing.
BAYI TABUNG
Apa sebenarnya bayi tabung?
Bayi tabung (test tube baby/in vitro fertilization) adalah bayi yang dihasilkan melalui proses pembuahan sel telur oleh sperma di dalam tabung laboratorium (atau cawan petri). Sel telur yang matang diambil dari indung telur (ovarium) ibu sesaat sebelum ovulasi melalui alat khusus yang dimasukkan lewat vagina. Dengan kemajuan teknologi, proses pengambilan ini tidak memerlukan operasi dan dapat dipantau secara cermat lewat gambar ultrasonografi. Sel telur yang sudah diambil lalu ditaruh dalam tabung untuk “dikawinkan” dengan sperma.
Hasil persilangan kemudian akan disimpan dalam satu tempat persemaian yang bersuasana mirip tuba falopii, lingkungan alamiah untuk calon embrio. Dalam 2-3 hari, sel-sel calon embrio akan berkembang melalui proses penggandaan, lalu dipindahkan kembali ke rahim ibu agar tumbuh secara normal menjadi bayi. Proses selanjutnya seperti kehamilan biasa.
Untuk meningkatkan peluang kesuksesan proses bayi tabung, sebelum pengambilan sel telur si calon ibu akan dirangsang kesuburannya melalui injeksi hormon dan stimulasi lainnya. Tujuannya agar sel telur yang dihasilkan adalah yang berkualitas terbaik dan lebih dari satu. (Dalam keadaan normal, wanita hanya menghasilkan satu sel telur untuk periode ovulasi).Pada saat yang sama, pria calon ayah juga menjalani program untuk meningkatkan kualitas spermanya. Sperma segar yang diambil dari calon ayah masih akan diseleksi untuk diambil yang terbaik.
Siklus proses bayi tabung bisa dilakukan berkali-kali sampai berhasil. Sel telur ekstra dan sperma berkualitas yang telah diambil dapat dibekukan untuk cadangan bila percobaan pertama gagal. Tingkat keberhasilan bayi tabung bisa lebih dari 50% dalam beberapa siklus percobaan. Faktor utama yang menentukan keberhasilan adalah usia calon ibu dan ayah. Peluang keberhasilan mengecil bila usia keduanya sudah di atas 40 tahun.
Kapan diperlukan bayi tabung?
Bayi tabung cocok bagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak karena:
• Gangguan ovulasi
• Kerusakan saluran tuba falopii
• Kualitas sperma yang kurang baik
• Endometriosis
• Sebab-sebab lain yang tidak dapat diketahui (sekitar 15-20% pasangan tidak dapat memiliki anak tanpa diketahui sebabnya).
Aspek Agama
Dari sudut pandang agama, bayi tabung diperbolehkan bila sperma yang dipakai adalah dari suami yang sah dan calon embrio dikembalikan ke rahim ibu tempat sel telur berasal. Penanaman calon embrio ke rahim wanita lain (surrogate mother), tidak dibenarkan agama karena berbagai alasan.
Berikut adalah petikan fatwa MUI mengenai hal tersebut:
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
- Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.
- Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram beraasarkan kaidah Sadd az-zari’ah ( ), sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
- Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah ( ), sebab hal ini akan menimbulkan masala~ yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
- Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah ( ), yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992.
- Pasal 16 ayat 1 Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan.
- Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3) Pada sarana kesehatan tertentu. Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan.
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
1. Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan dari Pasal 16 tersebut jika secara medis dapat dibuktikan bahwa pasangan suami istri yang sah benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan secara alami, pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan diluar cara alami sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai dengan norma hokum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan.
Apabila dokter melakukan inseminasi buatan dengan donor bukan suami adalah tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara atau denda.
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
Status anak yang dilahirkan tidak dalam ikatan perkawinan adalah anak diluar nikah. Anak diluar nikah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu. Sedangkan anak yang lahir dari sewa rahim, terdapat 2 keadaan sebagai berikut :
- Ovum dari pemesan, sperma dari pemesan.
- Ovum pemesan, sperma suami.
Jika di nalar dampak positif dari bayi tabung sudah jelas manfaatnya, tetapi adakah dampak negatifnya?
DAMPAK NEGATIF BAYI TABUNG
- Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS), merupakan komplikasi dari proses stimulasi perkembangan telur dimana banyak folikel yang dihasilkan sehingga terjadi akumulasi cairan di perut. Cairan bisa sampai ke rongga dada dan yang paling parah harus masuk rumah sakit karena cairan harus dikeluarkan dengan membuat lubang dibagian perut. Kalau tidak dikeluarkan bisa menggangu fungsi tubuh yang lain.OHSS yang parah ini hanya dialami oleh sekitar 1% dari pasien… kata dokter.
- Kehamilan kembar, bukan merupakan rahasia lagi kalau proses bayi tabung bisa menghasilkan lebih dari satu bayi.Tetapi resiko melahirkannya lebih tinggi dari kalau hanya satu bayi. Tidak jarang bayinya bisa masuk ICU karena prematur.
- Keguguran. Ini memang bisa juga terjadi pada kehamilan normal. Tingkat keguguran kehamilan bayi tabung sekitar 20%.
- Kehamilan diluar kandungan atau kehamilan ektopik, kemungkinan terjadi sekitar 5%.
- Resiko pendarahan pada saat pengambilan sel telur (Ovum Pick Up), sangat jarang terjadi. Karena prosedurnya menggunakan jarum khusus yang dimasukkan ke dalam rahim, resiko pendarahan bisa terjadi yang tentunya membutuhkan perawatan lebih lanjut.
BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG MEDIS
Pengertian
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang mengikuti program bayi tabung tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam
bayi tabung proses ini terjadi dalam tabung dan setelah terjadi
pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke rahim wanita
tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal.
Dari segi tehnik, karena prosedur konsepsi buatan ini sangat menegangkan, tingkat keberhasilannya belum begitu tinggi, dan biayanya sangat mahal, maka pasangan suami istri (pasutri) yang diterima untuk program ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Terdapat indikasi yang sangat jelas.
3. Memahami seluk beluk prosedur konsepsi buatan secara umum
4. Mampu membiayai prosedur bayi tabung ini
Prosedur
Prosedur FIV ( fertilisasi in vitro )
Ada beberapa tahap–tahap pelaksanaan prosedur FIV (in vitro fertilasasi) adalah sebagai berikut ;
1. Pemeriksaan penyaring pasutri dimana disini akan dilakukan melalui peninjauan kembali catatan medis pengelolaan infertilitas, untuk meyakinkan bahwa pengelolaan infertilitas telah dilakukan selengkapnya.
2. Pemilihan protocol stimulasi
a. Tanpa stimulasi : siklus haid normal + hCG ( human chorionic gonadotropin )
b. Clomiphene Citrat ( CC ) + hCG
c. hMG ( human Menopausal Gonadotropin ) + hCG
d. CC + hMG + hCG
e. FSH ( follicle stimulating hormone ) Murni
+ hCG
+ hMG + hCG
+ CC + hCG
+ hMG + CC + hCG
f. GnRHa ( Gonadotropin releasing hormone analogue ) + hMG + hCG
3. GnRH ( Gonadotropin releasing hormone ) + hCG
4. Stimulasi indung telur yang dijadwalkan
Tujuan stimulasi indung telur
adalah untuk menstimulasi perkembangan folikel yang mengandung oosit
matang sebanyak mungkin agar mudah diaspirasi pada saat sebelum terjadi ovulasi.
5. Pemantauan perkembangan folikel
Walaupun sebagian besar tim konsepsi buatan memakai kombinasi pemeriksaan USG, kadar E2
dan LH untuk memantau perkembangan folikel, bahkan dengan pemeriksaan
mucus serviks, tetapi belum ada consensus tentang apa yang dianggap
stimulasi dan pemantauan folikel yang baik. Kalau tentang stimulasi yang
kurang baik terdapat lebih banyak kesepakatan, seperti kadar E2
yang rendah atau yang kadarnya meningkat lambat, terlampau sedikit
folikel yang terbentuk atau hanya terdapat satu folikel yang dominan,
turunnya kadar E2 sebelum atau sesudah suntikan hCG, puncak
LH yang premature, dan kalau timbul keluhan akibat pengobatan, seperti
demam atau gatal-gatal, merupakan indikasi untuk menghentikan stimulasi.
6. Pengambilan Ovum ( PO )
Pada pertama kalinya dilakukan melalui laparoskopi dengan 2 atau 3 tusukan. Jarum aspirasi dimasukan melalui alat laparoskop atau melalui tusukan khusus. Berbagai alat pengisap oosit telah dipakai, sempritan 50 Dan alat pengisap dengan tekanan 150 mmHg. Kini PO dapat dilakukan lebih mudah secara transvaginal dengan bimbingan USG.
7. Persiapan dan prosedur laboratorium
Seluruh prosedur laboratorium konsepsi buatan perlu dipersiapkan seoptimal mungkin. laboratorium
yang letaknya bersebelahan dengan kamar PO akan memudahkan transportasi
embrio. Beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah air
radiator yang digunakan, incubator CO2, laminar air flow, mikroskop, alat habis pakai, system fertilisasi, dan aliran listrik haruslah dalam keadaan prima.
Cairan pungsi harus segera dibawa ke laboratorium dan pencairan oosit di bawah mikroskop segera dilakukan. Kalau cairan folikel itu jernih, dengan mata telanjang akan tampak mucul sebagai gumpalan putih yang mungkin berisikan oosit. Oosit dibersihkan dari gumpalan darah lalu dimasukkan ke dalam medium biakan dalam cawan petri. Semua oosit yang diperoleh segera dimasukkan kedalam incubator CO2
, setelah terlebih dahulu dinilai tingkat kematangannya. Penilaian
tingkat kematangan ini perlu untuk menentukan saat inseminasi yang
tepat. Oosit yang matang, antara lain ditandai dengan cumulus yang
menyebar dan koronanya padat. Berbagai jenis medium yang akan dipakai,
harus terlebih dahulu diuji, Baik parameter fisiknya, (pH, Osmolaritas, Suhu), maupun efek biologiknya (perkembangan embrio tikus percobaan, uji ketahanan sperma).
Saat
inseminasi ditentukan menurut tingkat kematangan oosit. Untuk oosit
yang matang , inseminasi dilakukan 5-6 jam setelah oosit di inkubasikan,
yang terlalu matang setelah 3 jam, dan yang belum matang setelah 24-36
jam. Teknik pengolahan sperma dapat dilakukan dengan berbagai cara dari
yang paling sederhana seperti swim-up, sampai yang paling canggih seperti
pemisahan sperma dengan berbagai konsentrasi larutan percoll, yang
semuanya bertujuan untuk memperoleh sperma motil yang terbaik. Umumnya
inseminasi dilakukan dengan sperma yang telah diolah dengan konsentrasi
50.000 – 100.000/ml.
8. Perkembangan dalam media biakan
Terjadinya fertilisasi dimulai 18-20 jam setelah inseminasi. Fertilisasi yang normal ditandai dengan adanya 2 inti (pronukleus), yang harus dibedakan secara cermat dari fertilisasi yang abnormal (polispermia) yang ditanda idengan adanya lebih dari 2 pronukleus.
Oosit yang sudah dibuahi ( zigot ) dipindahkan kedalam medium segar, kemudian segera di inkubasikan dalam inkubasi CO2,
terjadinya fertilisasi tergantung dari banyaknya hal, yang terpenting
adalah kualitas dan kuantitas oosit serta sperma. Tingkat fertilisasi
60% dapat dikatakan cukup baik.
Kira-kira sekitar 24 jam sekitar inseminasi, oosit yang sudah dibuahi
itu dikeluarkan dari incubator yang biasanya sudah mencapai stadium
embrio dengan tingkat pembuahan 2-6 sel. dari semua embrio itu dipilih 4
embrio yang terbaik yang ditentukan berdasarkan morfologinya. Embrio
yang terpilih kemudian dimasukkan kedalam medium biakan segar dengan
suplemen protein
9. Pemindahan Embrio
Dilakukan
42-44 jam setelah inseminasi, pada waktu embrio telah mencapai stadium
2-6 sel. Pada umumnya PE dilakukan dengan isteri dalam sikap litotomi,
didampingi oleh suaminya. Tim yang lain melakukan dalam sikap litotomi
kalau seterusnya intervensi dan dalam sikap dengkul-dada kalau uterusnya
retroverni PE dilakukan dengan memakai kateter Teflon halus.
Kadang-kadang diperlukan bantuan kanula logam untuk membimbing kateter
masuk kedalam rongga uterus.
10. Pemantauan fase luteal
Kebanyakan tim konsepsi buatan memberikan suntikan atau progesterone
dalam fase luteal. Tidak cukup bukti untuk mendukung pengobatan ini,
karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pengeluaran
progesterone akan berlangsung normal setelah dilakukan aspirasi ovum.
Namun ada juga yang melaporkan terjadinya fase luteal pendek setelah
dilakukan protocol superovulasi.
11. Diagnosis kehamilan
Kalau
terjadi kehamilan, uji Beta-hCG akan memberikan hasil yang positif
.tingkat keberhasilan kehamilan berbeda-beda diantara berbagai tim
konsepsi buatan. Pada umumnya sekitar 20% pasutri akan mengalami
kehamilan setelah dilakukan PE. Walaupun demikian, keberhasilan lebih
tergantung dari banyaknya oosit yang berhasil diaspirasi, dan banyaknya
embrio yang dipindahkan.
12. Analisa sebab kegagalan
a. Ovulasi premature atau ova gagal untuk dibuahi.
b. Oosit belum matang atau tidak normal. Inseminasi dilakukan pada saat yang kurang tepat.
c. Keadaan hormonal/kesehatan isteri kurang menguntungkan oosit.
d. Parameter stimulasi mungkin tidak sebaik yang diharapkan.
e. Embrio
yang dipindahkan gagal untuk berimplantasi. Hal ini merupakan
satu-satunya masalah terbesar yang dialami oleh semua program konsepsi
buatan pada masa kini.
f. Spermatozoa kurang baik kualitasnya.
g. Perkembangan endometrium kurang baik atau tidak sinkron untuk terjadinya implantasi yang baik.
13. Perawatan
Kalau konsepsi buatan berhasil, pelayanan obstetriknya tidak jauh berbeda dengan konsepsi alamiah. Konsepsi buatan bukan merupakan indikasi untuk dilakukan amniosintesis atau tindakan-tindakan obstetric lainnya.
14. Pertimbangan Psikologik
Bagian
terpenting dari program konsepsi buatan adalah konseling pasca konsepsi
buatan yang gagal, karena kira-kira 80% pasutri akan mengalaminya.
Konseling ini bertujuan untuk meringankan pasutri dari segala kekecewaan
dan kesedihan karena kegagalan yang baru saja dialaminya .Reaksi
kesedihan pasutri dapat disamakan dengan kesedihan setelah mengalami
keguguran atau kematian anak yang sangat diinginkannya.
Prosedur ZIFT
ZIFT adalah singkatan dari Zygote Intra Fallopian Transfer, yaitu memindahkan atau menempatkan hasil fertilisasi tingkat zigot kedalam tuba yang terbuka melalui laparoskopi. Dengan demikian, prosedur ZIFT hanya dapat dilakukan pada isteri dengan salah satu atau kedua tubanya terbuka dan berfungsi normal.
Penatalaksanaan prosedur ZIFT
Jika oosit istri berhasil dibuahi oleh sperma suami, maka
hasil fertilisasi dalam tingkat zigot (tingkat hasil fertilisasi yang
lebih awal dari pada embrio) dipindahkan atau ditempatkan kedalam tuba
istri melalui laparoskopi. Pada perut istri dibuat 3 sayatan kecil satu dibawah pusat dan dua lainnya dikiri dan kanan atas tulang kemaluan. Laparoskopi untuk mengamati proses pemindahan zigot kedalam tuba dimasukkan melalui sayatan dibawah pusat. Kateter
halus untuk menempatkan zigot kedalam tuba dan alat pemegang tuba
masing-masing dimasukkan melalui salah satu sayatan yang terletak di
kiri dan kanan atas tulang kemaluan. Tiga atau empat zigot yang terbaik dipindahkan kedalam tuba.
Peluang keberhasilan prosedur ZIFT
Karena
prosedur ZIFT itu berlangsung lebih alamiah dari pada FIV-PE maka
kemungkinan keberhasilannya diharapkan lebih besar dibandingkan dengan
FIV-PE. Kemungkinan kehamilan dapat mencapai 25-30%.
Prosedur GIFT
GIFT atau gamete intrafallopian tube transfer telah dikembangkan oleh Ricardo Asch di San Antonio,Texas, sebagai suatu alternative terhadap FIV, khusus untuk isteri dengan salah satu atau kedua tubanya terbuka. Dalam teknik ini, simulasi ovulasi, laporoskopi, dan PO dilakukan sama seperti prosedur FIV.
Resiko
Hal-hal yang tidak diinginkan dapat saja terjadi selama mengikuti program konsepsi buatan antara lain sebagai brikut :
Ø Folikel
history tidak berkembang atau kadar hormone estrogen isteri tidak
meningkat pada siklus pengobatan sehingga oosit isteri tidak dapat
diambil (siklus pengobatan gagal).
Ø Kadang-kadang terjadi stimulasi berlebihan berlebihan dari obat-obat stimulasi indung telur yang dapat menimbulkan gerakan tidak enak bagi isteri.
Ø Oosit
isteri tidak berhasil dibuahi oleh sperma suami sehingga dengan
sendirinya tidak akan terjadi fertilisasi (zigot) yang akan dipindahkan
kedalam istri.
Ø Penyulit-penyulit pada saat pengambilan oosit istri.
Ø Penyulit-penyulit pada saat laparoskopi.
Secara Umum Prosedur dalam megikuti program bayi tabug adalah sebagai berikut :
1. Penjelasan dari dokter (Konseling), Pada tahap ini pasangan suami istri diberi penjelasan tentang apa, bagaimana, biaya dan sebagainya pada pasien.
2. Screening
test, Pada tahapan ini pasutri akan ditest untuk menentukan kendalanya
infertil, baik pria maupun wanitanya karena infertilitas disebabkan oleh
40 % pria, 40 % wanita, dan 20 % tidak diketahui.
Pada Pria.
Untuk pria akan ditest spermanya (Analisa Sperma) Kemungkinan yang ada pada hasil test ini adalah
Untuk pria akan ditest spermanya (Analisa Sperma) Kemungkinan yang ada pada hasil test ini adalah
1. Azoospermia : Tidak ada sperma sama sekali.
2. Normozoospermia : Jumlah sperma normal.
3. Oligozoospermia : Jumlah sperma kurang.
4. Asthenozoospermia : Gerakan sperma kurang
5. Teratozoospermia : Bentuk sperma kurang.
6. Oligoasthenoteratozoospermia : Jumlah, gerak dan bentuk kurang.
Bila ditemukan pada pria azoospermia. ada beberapa teknik yang bisa dipakai:
1. Operasi MESA (Microsurgical Sperm Aspiration), Tindakan ini dilakukan hanya bila diketahui adanya sumbatan pada saluran sperma.
2. Operasi TESE
( Testical Sperm Extraction ). Tindakan ini dilakukan bila operasi MESA
tidak berhasil, dengan TESE diharapkan bisa diperoleh sel sperma, atau
paling tidak spermatid (sel sperma muda yang sudah dapat membuahi).
Setelah sperma bisa diambil maka dilakukan Sperm Recovery Test,
untuk mengetahui kualitas dari sperma itu. Lalu sperma dengan kualitas
terbaik yang akan dipakai. Bila jumlahnya > 500 ribu dapat
menggunakan teknik konvensional, yaitu dengan cara menyebarkan begitu
saja pada sel telur. Bila jumlahnya dibawah 500 ribu maka digunakan ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection )
yaitu menyuntikkan 1 sperma terbaik untuk di injeksikan ke sel telur.
Satu sperma untuk Satu Ovum. Untuk Wanita, Dengan bantuan
USG(Ultrasonografi) dan laparoskopi memeriksa indung telur, lalu test
darah untuk memriksa kadar hormon reproduksi. Lalu pemeriksaan rongga
rahim dan saluran telur biasanya yang paling sering dijumpai adalah
adanya kista dan endometriosis. Ibu harus bebas dari infeksi
toksoplasma, rubella, hepatitis dan HIV.
3. Ovarium Hyperstimulation.
Terhitung hari ke 21 setelah haid sang ibu diberi suntikan GnRH analog
(GnRHa) selama 14 hari (tergantung dari kondisi si wanita) untuk
menstimulasi sel telur. Proses ini dinamakan ‘ovarium hyperstimulation’
yang fungsinya untuk mengembangkan sejumlah sel telur dalam tubuh
wanita.
Setelah kira-kira 4 minggu sel telur sudah bisa diambil, penentuan tingkat kematangan sel telur sangat penting untuk menentukan waktu yang tepat untuk melakukan pembuahan oleh sel sperma di laboratorium. Untuk itu dilakukan final maturation, kira-kira 4 – 5 jam, lalu dipertemukan dengan sel sperma. Rata-rata sel telur yang dihasilkan 8 – 10 sel telur, tergantung dari respons si pasien. Bahkan bisa 20 sampai 30 sel telur. Padahal, secara alami cuma ditumbuhkan 1 sel telur. Prosedur bayi tabung dimulai dengan perangsangan indung telur istri dengan hormon. Ini untuk memacu perkembangan sejumlah folikel. Folikel adalah gelembung yang berisi sel telur. Perkembangan folikel dipantau secara teratur dengan alat ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon estradional dalam darah. Pengambilan sel telur dilakukan tanpa operasi, tetapi lewat pengisapan cairan folikel dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal. Cairan folikel tersebut kemudian segera dibawa ke laboratorium. Seluruh sel telur yang diperoleh selanjutnya dieramkan dalam inkuba.
Peleburan menjadi zigot. Beberapa jam kemudian, terhadap masing-masing sel telur akan ditambahkan sejumlah sperma yang sebelumnya telah diolah dan dipilih yang terbaik mutunya. Setelah kira-kira 18-20 jam, akan terlihat apakah proses pembuahan tersebut berhasil atau tidak. Sel telur yang telah dibuahi sperma atau disebut zigot akan dipantau selama 22-24 jam kemudian untuk melihat perkembangannya menjadi embrio. Bila sperma kurang maka digunakan ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection ) yaitu menyuntikkan 1 sperma terbaik untuk di injeksikan ke sel telur. Satu sperma untuk Satu Ovum. Bila embrio yang ada cukup jumlahnya (6 atau lebih), di anjurkan menggunakan Blastosis (Embrio yang lebih tua 4 – 5 hari). Pada tahap ini, embrio telah mempunyai dua tipe sel dengan sebuah rongga di tengahnya. Sel terluar disebut trophectoderm yang nantinya berkembang menjadi plasenta. Sedangkan sel bagian dalam disebut inner cell mass, nantinya menjadi janin.
Bila memungkinkan untuk Blastosis, maka keuntungannya adalah sebagai berikut
Setelah kira-kira 4 minggu sel telur sudah bisa diambil, penentuan tingkat kematangan sel telur sangat penting untuk menentukan waktu yang tepat untuk melakukan pembuahan oleh sel sperma di laboratorium. Untuk itu dilakukan final maturation, kira-kira 4 – 5 jam, lalu dipertemukan dengan sel sperma. Rata-rata sel telur yang dihasilkan 8 – 10 sel telur, tergantung dari respons si pasien. Bahkan bisa 20 sampai 30 sel telur. Padahal, secara alami cuma ditumbuhkan 1 sel telur. Prosedur bayi tabung dimulai dengan perangsangan indung telur istri dengan hormon. Ini untuk memacu perkembangan sejumlah folikel. Folikel adalah gelembung yang berisi sel telur. Perkembangan folikel dipantau secara teratur dengan alat ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon estradional dalam darah. Pengambilan sel telur dilakukan tanpa operasi, tetapi lewat pengisapan cairan folikel dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal. Cairan folikel tersebut kemudian segera dibawa ke laboratorium. Seluruh sel telur yang diperoleh selanjutnya dieramkan dalam inkuba.
Peleburan menjadi zigot. Beberapa jam kemudian, terhadap masing-masing sel telur akan ditambahkan sejumlah sperma yang sebelumnya telah diolah dan dipilih yang terbaik mutunya. Setelah kira-kira 18-20 jam, akan terlihat apakah proses pembuahan tersebut berhasil atau tidak. Sel telur yang telah dibuahi sperma atau disebut zigot akan dipantau selama 22-24 jam kemudian untuk melihat perkembangannya menjadi embrio. Bila sperma kurang maka digunakan ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection ) yaitu menyuntikkan 1 sperma terbaik untuk di injeksikan ke sel telur. Satu sperma untuk Satu Ovum. Bila embrio yang ada cukup jumlahnya (6 atau lebih), di anjurkan menggunakan Blastosis (Embrio yang lebih tua 4 – 5 hari). Pada tahap ini, embrio telah mempunyai dua tipe sel dengan sebuah rongga di tengahnya. Sel terluar disebut trophectoderm yang nantinya berkembang menjadi plasenta. Sedangkan sel bagian dalam disebut inner cell mass, nantinya menjadi janin.
Bila memungkinkan untuk Blastosis, maka keuntungannya adalah sebagai berikut
1. Maksimum hanya 2 yang bisa ditanamkan ke rahim ibu. Sehingga kemungkinan bayi lahir lebih dari 2 adalah kecil sekali.
2. Berat bayi yang dilahirkan nantinya tidak berbeda dengan bayi yang lahir secara alami.
3. Bila
anda menginginkan bayi laki2, maka kemungkinannya menurut Nukman
Moeloek (Majalah Kedokteran Indonesia, Agustus 2000) 58,3% adalah bayi
laki2. Sekarang mungkin sudah lebih tinggi lagi.
Sedikit catatan, sel telur yang sudah matang akan dibuahi sel sperma yang mampu bertahan menempuh perjalanan dari vagina, rahim, hingga tuba Fallopii. Saat bertemu keduanya menyatu jadilah zigot (hari 0). Pada hari pertama zigot membelah menjadi embrio dua sel. Hari berikutnya, jadi embrio empat sel. Begitu seterusnya hingga menjadi embrio delapan, 16, dan 32 sel, yang disebut morula. Selama pembelahan itu, ia masih berada di tuba Fallopii. Setelah itu ia menjadi blastosis pada hari kelima. Blastosis selanjutnya akan keluar dari lapisan pelindung terluarnya yang disebut zona pelusida di akhir hari keenam. Bila Jumlah embrio tidak mencukupi untuk menggunakan Blastosis, maka menurut Dr. Sudraji, Dokter akan memilih empat embrio yang terbaik untuk ditanamkan kembali ke dalam rahim. Empat embrio merupakan jumlah yang maksimal karena apabila lebih dari empat, risiko yang ditanggung ibu dan janin akan sangat besar. Bahkan kehamilan tiga saja sudah bisa disebut sebagai kehamilan berisiko. Embrio-embrio yang terbaik itu kemudian diisap ke dalam sebuah kateter khusus untuk dipindahkan ke dalam rahim. Terjadinya kehamilan dapat diketahui melalui pemeriksaan air seni 14 hari setelah pemindahan embrio.
Efektifitas Tingkat keberhasilan Program bayi tabung di Indonesia:
a. Embrio yang berhasil terjadi 90 %
b. Kehamilan yang berhasil 30-40 %
c. Peluang keguguran 20-25 %
Tingkat peluang keberhasilan sangat ditentukan oleh usia wanitanya:
a. Diatas 42 tahun 0%.
b. 38 tahun s/d 42 tahun 10-11%
c. 30 tahun s/d 38 tahun 25-35%
d. Dibawah 30 tahun 35-40%
Adapun Persyaratan Pasangan suami istri yang berminat mengikuti program bayi tabung ini harus memenuhi persyaratan sbb:
1. Mereka
adalah pasangan suami istri sah, sudah menikah 12 bulan atau lebih,
usia istri harus di bawah 42 tahun, dan mengikuti pemeriksaan
fertilitas.
2. Sudah
mendapatkan konseling khusus mengenai program fertilisasi in vitro,
prosedur, biaya, kemungkinan keberhasilan atau kegagalan serta
komplikasinya, siap biaya serta siap hamil, melahirkan, dan memelihara
bayinya.
3. Jika
melihat faktor kesuburan, untuk wanita idealnya berumur antara 30-35
tahun. Artinya, pada umur-umur tersebut persentase keberhasilan program
bayi tabung lebih tinggi jika dibandingkan usia wanita yang lebih tua
(36-40 tahun)
KELEMAHAN DAN KEUNTUNGAN INSEMINASI BUATAN
Adapun kelemahan dari inseminasi buatan ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam
pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi 1
sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari
Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat adalah yang
menang. Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih
oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi
alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas labolatorium dapat memisahkan
mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi,
kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu,
resiko kerusakan sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi
cukup besar.
2. Belakangan
ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para
ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan.
Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor
kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim
bernama akrosom
berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam proses
pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke
dalam inti sel telur. Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan
injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut
masuk ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka
pembuahan akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko
resiko melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan
sel dan pembagian kromosom.
3. Keberhasilan masih belum mencapai 100 %, Di Rumah Sakit Harapan Kita, tingkat keberhasilannya 50 %, sedangkan di RSCM sebesar 30-40 %
4. Memerlukan waktu yang cukup lama
5. Biaya mahal, berkisar antara 34-60 juta
6. Tidak bisa sekali melakukan proses langsung jadi, tetapi besar kemungkinan untuk di lakukan pengulangan
Adapun keuntungan dan kerugiannya adalah Memberikan peluang kehamilan kepada pasangan suami istri yang sebelumnya mengalami infertilitas.
Ada beberapa Faktor- faktor yang sering menyebabkan kegagalan Bayi Tabung yaitu:
1.Sel Telur yang tumbuh tidak ada / tidak mencukupi.
2. Tidak terjadi pembuahan
3. Embrio tidak menempel dinding rahim
4. Keguguran.
BAYI TABUNG DALAM SUDUT PANDANG HUKUM
PANDANGAN HUKUM ISLAM
Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan
bayi tabung pada manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih
banyak mengacu kepada pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami istri.
Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa dipahami secara komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-khususnya genetika dan embriologi serta sosiologi.
Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:
a. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain walau
istrinnya sendiri selain pemilik ovum (bagi suami istri yang
berpoligami) baik dengan tehnik FIV maupun GIFT, hukumnya adalah mubah, asalkan
kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung (inseminasi
buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan alami,
suami istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih nasabnya. Jadi,
bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat penting) bagi
suami istri yang gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah fiqih menentukan bahwa “Hajat
(kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan
terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa membolehkan
melakukan hal-hal yang terlarang.”
b. Bayi
tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari
donor, haram hukumnya karena hukumnya sama dengan zina, sehingga anak
yang dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan
nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)-Nya.
Termasuk juga haram system bayi tabung yang menggunakan sperma mantan
suami yang telah meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak terikat
perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.
c. Haram
hukumnya bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum dari suami
istri yang terikat perkawinan yang sah tetapi embrio yang terjadi dalam
proses bayi tabung ditransfer kedalam rahim wanita lain atau bukan ibu
genetic (bukan istri atau istri lain bagi suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya,
bahwa bayi tabung yang menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya.
Ini berarti bahwa kondisi darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau
bernuansa zina. Zina tetap haram walaupun darurat sekalipun.
Dalam
kaitan ini yusuf qardawi mengemukakan bahwa keharaman bayi tabung
dengan menggunakan sperma yang berasal dari laki-laki lain, baik
diketahui maupun tidak, atau
sel telur yang berasal dari wanita lain. Karena akan menimbulkan
problem tentang siapa sebenarnya ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur itu yang membawa karakteristik keturunan, apakah wanita yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkannya? Begitu pula
jika wanita yang mengandungnya adalah istri lain dari suaminya sendiri,
haram karena dengan cara ini tidak diketahui siapa sebenarnya dari
kedua istri itu yang menjadi ibu dari bayi yang akan dilahirkan nanti.
Juga kepada siapa nasab (keturunan) sang bayi disandarkan, apakah kepada pemilik sel telur atau sipemilk rahim?
Dalam kasus ini para ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Pendapat pertama (yang dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu adalah sipemilik sel telur. Sedangkan pendapat kedua, bahwa “ibunya adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya”. Pendapat ini sejalan dengan zahir QS.al-mujadilah:2 yang artinya “ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka…………..”
Sedangkan
pedapat pertama diatas selaras dengan genetika, bahwa anak akan
mewarisi karakter (sifat-sifat) dari wanita pemilik sel telur dan
laki-laki pemilik sel sperma. Karena
dalam sel telur dan sperma itu terdapat kromosom dan didalam kromosom
itulah terdapat gen. Gen inilah yang memberikan sifat menurun
(hereditas) kepada anak.
Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, sewa
rahim sebagai salah satu bentuk rekayasa genetika adalah haram
hukumnya. Alasannya, pada zaman jahiliah telah dikenal 4 jenis
perkawinan dan hanya satu yang sesuai dengan perkawinan menurut islam. Jenis perkawinan lain adalah bibit unggul, poliandri sampai 9 orang suami, dan perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini sejumlah wanita). Perkawinan bibit unggul memiliki persamaan dengan perkawinan unggul yang terjadi pada zaman modern ini melalui jasa bank sperma. Perbedaannya perkawinan bibit unggul pada zaman jahiliah berjalan secara alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.
Disamping itu, praktek sewa rahim bertentangan dengan tujuan perkawinan. Karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan dengan jalan halal dan terhindar dari perbuatan yang dilarang agama, sedangkan dalam sewa rahim akan melahirkan banyak masalah bagi anak yang lahir, pemilik bibit, pemilik rahim dan sebagainya.
Menurut
Umar Shihab, keharaman sewa rahim disebabkan oleh (1) akan menambah
masalah lain yang akan muncul, seperti defenisi anak berbeda dengan anak
yang lahir dari bibit dan rahim yang sama; dan siapakah ibu yang
sebenarnya, apakah
ibu genetiknya atau ibu yang mengandungnya; (2) dapat diqiaskan dengan
jual beli yang diharamkan, jual beli yang mengandung najis (darah).
Sewa rahim dapat disamakan dengan jual beli dari segi syarat dan rukunnya. Salah satu syaratnya barangnya harus halal. Barang najis dilarang diperjual belikan dan salah satu barang najis yang diperjual belikan adalah darah. Memang
sperma dan ovum tidak termasuk najis, namun antara keduanya kelak
berubah menjadi segumpal darah yang melekat pada dinding rahim yang
kelak menjadi najis. Dalam
hal ini juga terdapat hubungan timbal balik sebab pemilik rahim (ibu
penghamil) dibayar sesuai dengan perjanjian dengan pemilik ovum (ibu
genetik), yang berarti hukum
keduanya adalah sama. Selain itu, praktek sewa menyewa rahim tidak
dapat digolongkan dalam keadaan darurat, melainkan termasuk kebutuhan
(hajat). Maksudnya, sewa rahim tidak dapat dibenarkan. Jika seorang ingin punya anak maka harus berusaha sedemikian rupa dengan cara yang dibenarkan agama.
Tidak
punya anak memang identik dengan terputusnya nasab, namun jika nasab
tersambung dengan cara yang mengarah kepada zina justru mengancam
eksistensi nasab itu sendiri.
Alasan-alasan haramnya bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor atau ditransfer kedalam rahim wanita lain, adalah:
1. Firman Allah dalam QS.Al-Isra:70 mengatakan bahwa; yang artinya ”sesungguhnya kami telah memuliakan manusia”
Dalam
hal ini bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor
itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang
diinseminasi, padahal tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia.
2. Hadits nabi Muhammad SAW :
Hadist ini tidak saja mengandung arti penyiraman sperma
kedalam vagina seorang wanita melalui hubungan seksual, melainkan juga
mengandung pengertian memasukkan sperma donor melalui proses bayi
tabung, yaitu percampuran sperma dan ovum diluar rahim, yang tidak
diikat perkawinan yang sah. Padahal hubungan biologis antara suami istri, disamping
untuk menikmati karunia Allah dalam menyalurkan nafsu seksual, terutama
dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan yang halal dan diridhoi Allah. Karena itu sperma seorang suami hanya boleh ditumpahkan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah, yaitu istri sendiri. Dengan
demikian bayi tabung dengan cara mencampurkan sperma dan ovum donor
dari orang lain identik dengan prositusi terselubung yang dilarang oleh
syariat islam. yang berbunyi ;
“tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air (sperma)-Nya kedalam tanaman (vagina istri) orang lain”.(HR Abu Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit).
3. Kaidah Fiqih
Dalam hal ini masalah
bayi tabung dengan menggunakan donor adalah membantu pasangan suami
istri dalam mendapatkan anak, yang yang secara alamiah kesulitan
memperoleh anak karena adanya
hambatan alami menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur
(misalnya saluran telurnya terlalu sempit atau ejakulasi (pancaran
sperma)-Nya terlalu lemah.
Namun demikian, mafsadsah (bahaya) bayi tabung dengan donor jauh lebih besar dari manfaatnya antara lain:
a) Percampuran nasab, padahal islam sangat memelihara kesucian, kehormatan dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan siapa yang haram dikawini) serta kewarisan ;
b) Bertentangan dengan sunatullah atau hokum alam;
c) Statusnya sama dengan zina, karena percampuran sperma dan ovum tanpa perkawinan yang sah;
d) Anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor akan berbeda sifat-sifat fisik, dan karakter/mental dengan ibu/ bapaknya;
e) Anak
yang dilahirkan melalui bayi tabung yang percampuran nasabnya
terselubung dan dirahasiakan donornya, lebih jelek daripada anak adopsi
yang umumnya diketahui asal atau nasabnya;
f) Bayi tabung dengan menggunakan rahim rental (sewaan) akan lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dan ibunya secara alami). Sehingga akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Ini berdasarkan kaidah fiqih yang artinya “menolak kerusakan harus didahulukan dari pada menarik kemaslahatan”
PANDANGAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Jika benihnya berasal dari Suami Istri
· Jika
benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses
fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim
Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
· Jika ketika embrio diimplantasikan
kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka
jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai
anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300
hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak
memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan kedalam
rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu
adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai
benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam
hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut
sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes
DNA. (Biasanya
dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian
semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan
1338 KUHPer.)
Jika salah satu benihnya berasal dari donor
· Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro
transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri
akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah
terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang
dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan
hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan kedalam
rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan
anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No.
1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benihnya dari donor
· Jika sel sperma maupun
sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan,
tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat
dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari
pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
· Jika diimplantasikan kedalam
rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak
luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan
pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis
kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi in vitro
transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak
relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status
sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang
diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan
mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang
yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di
Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang
secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi in vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang
PANDANGAN HUKUM MEDIS
Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
1. UU
Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya
kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan:
a.) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c.) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar